Kamis, 15 Mei 2014

Kerjasama (syirkah)



BENTUK KERJASAMA DALAM BERBAGAI USAHA

MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah :  Fiqh 2 (Fiqh Muamalah)
Dosen Pengampu :  M Agus Yusrun Nafi’, S.Ag, M.S.I


 











Disusun oleh :

1.      Nazif Fahmi                           : 110363
2.      Sugiarti                                   : 110364
3.      Nanik Fauziyah                     : 110365
                                               

 

    SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN TARBIYAH / PAI
2012


BENTUK KERJASAMA DALAM BERBAGAI USAHA
A.  PENDAHULUAN
Muamalah  dalam arti luas adalah aturan hukum Allah untuk mengatur manusia dalam kaitanya dengan urusan duniawi dalam pergaulan sosial,sedang muamalah dalam pengertian sempit menurut rasyid ridha, muamalah adalah tukar menukar barang atau sesuatu yang bermanfaat dari cara-cara yang telah di tentukan persamaan muamalah dalam arti sempit dan dalam arti luas adalah sama sama mengatur hubungan manusia dengam manusaia yang lain dalam kaitan dengan pemutaran harta.
Dalam muamalah ada beberapa metode kerjasama yang sering digunakan. Antara lain metode syirkah, mudharabah, muzaraah dan musyaqqah. Diantara yang empat merode  ini ada beberapa metode yang sering digunakan bahkan lazim digunakan, yaitu : syirkah dan mudharabah. Karena kedua metode ini beroprasi dibidang usaha, baik usaha kecil ( mikro ) sampai dengan usaha besar ( makro ). Sedangkan muzaraah dan musyaqqah digunakan dalam bidang pertanian.
Karena metode yang sering digunakan dalam muamalah adalah syirkah dan mudharabah, sesuai juga dengan silabus yang dipercayakan kepada pemakalah oleh dosen pengampu mata kuliah fiqh muamalah maka pemakalah mencoba menyajikan pembahasan tentang syirkah. Dalam makalah ini pemakalah membahas mulai dari pengertian macam-macam bentuknya, rukun syarat, hukum serta beberapa permasalahan yang sering terjadi dalam masalah syirkah tersebut.







B.  PERMASALAHAN
1.    Apakah kerjasama itu ?
2.    Bagaimana rukun dan syarat kerjasama (syirkah) itu ?
3.    Apa saja macam-macam kerjasama (syirkah) itu ?
4.    Bagaimana perbandingan bentuk-bentuk kerjasama (syirkah) menurut Imam Mazhab dari perspektif hukum ?
5.    Bagaimana cara mengakhiri kerjasama (syirkah) ?
6.    Apa keuntungan-keuntungan penerapan konsep kerjasama (syirkah) ?

C.  PEMBAHASAN
1.    Pengertian Syirkah (Kerja Sama).
Syirkah secara bahasa adalah masdar dari  شاركyaituشارك – شـــارك – شركا - شركة  yang berarti penyatuan dua dimensi atau lebih menjadi satu kesatuan. Kata ini juga berarti bagian yang bersyarikat. Syirkah menurut bahasa berarti Al-Ikhtilath atau khalatha ahada minal malaini yang artinya adalah campur atau percampuran dua harta menjadi satu. Demikian dinyatakan oleh Taqiyudin, yang dimaksud dengan percampuran di sini adalah seseorang mencampurkan hartanya dengan harta orang lain sehingga tidak mungkin untuk dibedakan.
Menurut istilah, yang dimaksud dengan syirkah, para fuqaha berpendapat, antara lain:
Menurut Sayyid Sabiq, yang dimaksud dengan syirkah ialah:
عُقْدٌ بَيْنَ الْمُتشار كَيْنِ فِى رَأْسِ الْمَالِ والْرَّبْحِ
“Akad antara dua orang berserikat pada pokok harta (modal) dan keuntungan”.[1]
Menurut Muhammad Al-Syarbini Al-Khatib, yang dimaksud dengan syirkah ialah:
 Ketetapan hak pada sesuatu untuk dua orang atau lebih dengan cara yang masyhur (diketahui)”.[2]
Sedangkan Abdurrahman I. Doi, seorang ulama kontemporer menjelaskan bahwa syirkah (partnership) adalah hubungan kerja sama antara dua orang atau lebih dalam bentuk bisnis (perniagaan) dan masing-masing pihak akan memperoleh pembagian keuntungan berdasarkan penanaman modal dan kerja masing-masing peserta.[3]
Menurut Hasbi Ash-Shiddieqie, bahwa yang dimaksud dengan syirkah ialah:
عُقْدٌ بَيْنَ شَخْصَيْنِ فَأَكْثَرَ عَلَى الْتعَاوْنِ فِى عَمَلٍ اِكْتِسَابِىٍّ وَاقْتِسَامِ اَرْبَاحِهِ
Akad yang berlaku antara dua orang atau lebih untuk ta’awun dalam bekerja pada  suatu usaha dan membagi keuntungannya”.[4]
Menurut Idris Ahmad menyebutkan syirkah sama dengan syarikat dagang, yakni dua orang atau lebih sama-sama berjanji akan bekerja sama dalam dagang, dengan menyerahkan modal masing-masing, dimana keuntungan dan kerugiannya diperhitungkan menurut besar kecilnya modal masing-masing.[5] Sehingga dapat di pahami bahwa yang di maksud syirkah adalah kerja sama antara dua orang atau lebih dalam berusaha, yang keuntungan dan kerugikannya ditanggung bersama. Yang paling ditekankan dalam syirkah yaitu asas kejujuran karena bertapapun, halini berhubungan dengan bisnis suatu kerjasama dalam usaha tertentu, hal ini juga telah dicontohkan oleh nabi dengan hadistnya :
 حَدَّ ثَنَ مُحَمَّدُ بن سُلُيمان المَصِيْصِي عن مُحَمَّدالزَبْرِقانَ عن ا بي حَيَّانَ التيْمِي , عن ابيْهِ , عن ابي هُرَيْرَة َرَفَعَهُ قال : انَا ثَلاِث ُالشَريْكيْنِ مَا لمْ يَخُنْ اَحَدُهُمَا صَاحِبَهُ, فَإذ خَانَهُ خَرَجْتُ مِنْ بَيْنِهِمَا

"Telah bercerita kepada kami Muhammad bin Sulaiman Al- Mashishi dari Muhammad Al-Zabriqan dari Abi Hayyana Al-Taimi dari ayahnya dari Abi Hurairah  telah berkata Rasulullah : Aku adalah yang ke tiga dari dua orang yang bersekutu selama salah ssatu diantara keduanya tidak berkhianat terhadap lainnya dan apabila mereka berkhianat aku keluar dari mereka" (HR : Abi Daud)
Hadist ini di sebutkan di dalam kitab hadist sebanyak empat kali yaitu di dalam kitab sunnah Abi Daud (3383), Al-Hakim (52) jus 2, Ad-Daruqutni (303), dan Al-Baihaqi (78) jus 6, tetapi kami hanya mengambil di dalam kitab sunnah Abi Daud.      
Dari hadist diatas menjelaskan bahwa serikat itu adalah kerja sama atau perseroan dalam hal bisnis baik antara dua belah pihak maupun lebih dari dua orang   انَا ثَلاِث ُالشَريْكين,gambaran yang diberikan oleh hadist diatas adalah implikasi yang harus diutamakan dalam syirkah adalah kejujuran, maka tidak boleh ada perkhianayan antara kedua belah pihak.
Perkhianatan yang dilakukan dapat merugikan pihak-pihak yang terkait, jika ada  indikasi-indikasi atau telah terjadinya pengkhianatan maka pihak yang berserikat dapat keluar dari perserikatas tersebut.
Penjelasan yang gamblang dari hadist tersebut mengisyaratkan kita untuk tidak melakukan perkhianatan baik dalam hal modal maupun keuntungan, didalam Islam ini disebut tindakan kezhaliman, sebagaimana firman allah:
"dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain. (QS. Shaad : 24)
Pada dasarnya prinsip yang dikembangkan dalam syirkah adalah prinsip keadilan dalam kemitraan antara pihak yang terkait untuk meraih keuntungan prinsip ini dapat di temukan dalam prinsip Islam ta’awun dan ukhuwah dalam sektor bisnis, dalam hal ini syirkah merupakan bentuk kerjasama antara pemilik modal untuk mendirikan suatu usaha bersama yang lebih besar, atau kerja sama antara pemilik modal yang tidak memiliki keahlian dalam menjalankan usaha yang tidak memilki modal atau yang memerlukan modal tambahan, bentuk kerja sama antara pemilik modal dan pengusaha merupakan suatu pilihan yang lebih efektif untuk meningkatkan etos kerja.

2.      Rukun dan Syarat Syirkah    
Rukun syirkah diperselisihkan oleh para ulama, menurut ulama’ Hanafiyah bahwa rukun syirkah ada dua macam, yaitu ijab dan kabul, sebab ijab Kabul (akad) yang menentukan adanya syirkah.[6]
Di dalam kitab bidayatul mujtahid dijelaskan bahwa rukun syirkah ialah:
a.    Segala sesuatu yang berhubungan dengan harta.
b.    Mengetahui kadar harta yang akan di serikatkan.
c.    Mengetahui kadar harta dari dua orang yang berserikat.
Syarat-syarat yang berhubungan dengan syirkah. Secara garis besar syarat dari syirkah ialah harta dan aqad. Sedangkan menurut Hanafiyah dibagi kepada empat bagian, yaitu:
1.    Sesuatu yang bertalian dengan semua bentuk syirkah baik dengan harta maupun dengan yang lainnya, dalam hal ini ada dua syarat, yaitu; a) yang berkenaan dengan benda yang diakadkan adalah harus dapat diterima sebagai perwakilan, b) yang berkenaan dengan keuntungan harus jelas dan dapat diketahui dua pihak, misalnya setengah, sepertiga dan yang lainnya.
2.    Sesuatu yang bertalian dengan syirkah mal (harta), dalam hal ini terdapat dua perkara yang harus dipenuhi yaitu; a) bahwa modal yang dijadikan objek syirkah adalah dari alat pembayaran (nuqud), seperti junaih, riyal dan rupiah, b) yang dijadikan modal (harta pokok)ada ketika akad syirkah dilakukan, baik jumlahnya sama maupun berbeda.
3.    Sesuatu yang bertalian dengan syarikat mufawadhah, bahwa dalam mufawadhah disyaratkan a) modal (pokok harta) dalam syirkah mufawadhah harus sama, b) bagi yang bersyirkah ahli untuk kafalah, c) bagi yang dijadikan objek akad disyaratkan syirkah umum, yakni pada semua macam jual beli atau perdagangan.[7]
4.    Adapun syarat-syarat yang bertalian dengan syirkah inan sama dengan syirkah mufawadhah.
Menurut Malikiyah syarat-syarat yang pertalian dengan orang yang melakukan akad ialah merdeka, baligh, dan pintar (rusyd).

3.    Macam-macam Syirkah
Ranah-ranah kajian syirkah sangatlah luas, apa lagi pada zaman sekarang ini banyak para pemilik modal untuk melakukan syirkah dalam  istilah modernnya relation bisine atau lainnya, tetapi kalau kita kaji secara fiqh secara garis besar syirkah itu dibagi menjadi dua macam :
  1. Syirkah milk (Hak Milik)
Yang dimaksud dengan syirkah milk adalah “ibarat dua orang atau lebih memilikkan suatu benda kepada yang lain tanpa ada akad syirkah”.
Syirkah ini dibagi menjadi dua macam yaitu :
1)      syirkah milk jabar (berkumpulnya dua orang atau lebih dalam pemilikan suatu benda secara paksa) dan
2)      syirkah milk ikhtiyar (berkumpul dua orang atau lebih dalam pemilikan benda dengan ikhtiyar keduanya).
  1. Syirkah Uqud (Transaksional)
Syirkah transaksional (syirkatul uqud) adalah kerjasama antara dua orang yangbersekutu atau lebih dalam modal dan keuntungan.[8]

Mayoritas ulama’ membagi syirkah uqud menjadi empat bagian yaitu:
1.    Syirkah ‘Inan   
Yang dimaksud dengan syirkah ‘inan ialah mengeluarkan semua harta untuk digabung menjadi satu, kemudian dikelola secara bersama-sama dan hasilnya dibagi dua sebagaimana kadar harta yang dikeluarkan. Menurut para ulama’ ini adalah model syirkah yang diperbolehkan.

2.    Syirkah wujuh
Yang dimaksud dengan syirkah wujuh ialah kerjasama antar tiga pihak yang mana pihak kedua dan ketiga tidak mengeluarkan modal, dan hasilnya dibagi bersama. Disini asas yang ditekankan adalah al-Siddiq wa Al-Amanah.
Saya contohkan misalnya, pihak A dan B dan C bekerja sama, modal yang digunakan yaitu modal si A, sedangkan si B dan C ikut mengelola usaha tersebut tanpa mengeluarkan modal.

3.    Syirkah Mufawadhah
Yaitu kerjasama dua orang atau lebih untuk melakukan usaha dengan persyaratan sebagai berikut.
a)      Modal harus sama banyak, bila ada salah satu diantara mereka lebih banyak modalnya maka syirkah tersebut tidak sah.
b)      Memiliki kekuasaan absolut terhadap serikat tersebut.
c)      Satu agama, atau sesama muslim.
d)     Memiliki hak untuk mengelola dan menentukan keuntungan.

4.     Syirkah Abdan
Kerjasama dua orang atau lebih untuk melakukan usaha atau pekerjaan atau lebih mudahnya persekutuan dua orang atau lebih untuk menerima kerja yang akan dikerjakan secara bersama-sama dan hasilnya dibagi bersama, seperti pemborong bangunan. Instalasi listrik, atau pekerjaan diantara dua penjahit.

4.    Perbandingan Bentuk-bentuk Syirkah Menurut Imam Mazhab Dari perspektif Hukum
Seperti yang telah diketahui bahwa dalam mengkaji fiqh muamalah kita tidak boleh terpaku kepada salah satu imam saja, dikarenakan dalam perkembangannya fiqh bisa saja berubah dengan pemahaman ulama’-ulama’ salaf, banyaknya pendapat yang di utarakan oleh para imam mazhab kita.
Kalau kita perhatikan, dari segi pembagian bentuk-bentuk syirkah diatas, banyaknya macam-macam syirkah, yang menjadi pertanyaan apakah hukum-hukum yang telah diutarakan oleh para imam tersebut bisa di implementasikan dalam kehidupan modern sekarang ini, berikut pendapat-pendapat para ulama’ mazhab terkait dengan hukum masing-masing syirkah tersebut.
Dari kalangan hanafi menyetujui (membolehkan) keempat macam syirkah uqud tersebut, sedangkan ulama’ syafi’iyah atau imam Syafi’i melarang syirkah abdan, mufawadah, dan wujuh. Syafi’iyah berpendapat bahwa syirkah yang sah hukumnya hanyalah syirkah inan, sedangkan syirkah yang lainnya batal.[9]
 Maliki menyepakati syirkah abdan, ‘inan, mufawadah dan melarang syirkah wujuh. Hanbaliyah syirkah ‘inan, wujuh dan abdan dan melarang syirkah mufawadah.
Setelah telusuri faktor-faktor yang menyebabkan para imam tersebut melarang masing-masing syirkah tersebut, maka sulit bagi penulis untuk melacaknya, dikarenakan referensi yang terbatas, tetapi kalau ditinjau dari sejarah pembentukan hukum tersebut tidak terlepas dari faktor perekonomian dan budaya syirkah di daerah masing.

5.    Mengakhiri Syirkah
Syirkah akan berakhir apabila:
a.    Salah satu pihak membatalkannya, meskipun tanpa persetujuan pihak yang lainnya, sebab syirkah adalah akad yang terjadi atas dasar rela sama rela dari kedua belah pihak yang tidak ada kemestian untuk dilaksanakan apabila salah satu pihak tidak menginginkannya lagi, hal ini menunjukan pencabutan kerelaan syirkah oleh salah satu pihak.
b.    Salah satu pihak kehilangan kecakapan untuk bertasharruf (keahlian mengelola harta), baik karena gila maupun yang lainnya.
c.    Salah satu pihak meninggal dunia, tetapi apabila anggota syirkah lebih dari dua orang, yang batal hanyalah yang meninggal dunia saja.
d.   Salah satu pihak ditaruh dibawah pengampuan, baik karena boros yang terjadi pada waktu perjanjian syirkah tengah berjalan maupun sebab yang lainnya.
e.    Salah satu pihak jatuh bangkrut yang berakibat tidak berkuasa atas harta yang menjadi saham syirkah.
f.     Modal para anggota syirkah lenyap sebelum dibelanjakan atas nama syirkah, bila modal tersebut lenyap sebelum terjadi percampuran harta hingga tidak dapat dipisah-pisahkan lagi, yang menanggung resiko adalah para pemiliknya sendiri, apabila harta lenyap setelah terjadi percampuran yang tidak bisa dipisah-pisah lagi, maka menjadi resiko bersama.

6.    Keuntungan-keuntungan Penerapan Konsep Syirkah
Pemberdayaan ekonomi masyarakat merupakan upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Dalam konsep pemberdayaan ekonomi manusia adalah subyek dari diri sendiri. Proses pemberdayaan yang menekankan pada proses memberikan kemampuan kepada masyarakat agar menjadi berdaya, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan pilihan hidupnya. Adapun pemberdayaan masyarakat senantiasa menyangkut dua kelompok yang saling terkait, yaitu masyarakat sebagai pihak yang diberdayakan dan pihak yang menaruh kepedulian sebagai pihak yang memberdayakan.[10]
Pemberdayaan yang dimaksudkan dalam hal ini adalah pemberdayaan ekonomi terhadap anggota syirkah, sebagai bagian dari masyarakat yang membutuhkan penanganan untuk mendorong peningkatan pendapatan atau profit usaha. Sehingga mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat ke arah yang lebih baik.
Adapun keuntungan-keuntungan dari penerapan konsep syirkah terhadap pemberdayaan ekonomi adalah sebagai berikut:
a.    Perkongsian modal yang mulanya milik masing-masing individu dalam jumlah kecil menjadi bertambah besar jumlahnya karena prinsip bagi hasil.
b.    Adanya unit simpan pinjam melalui pengelolaan syirkah, sehingga para anggota lebih mudah dalam mengakses modal usaha
c.    Pada aqad syirkah lebih adil kerena pembagian keuntungan berdasarkan kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung berdasarkan  jumlah modal masing-masing, jadi tidak ada pihak yang dirugikan
d.   Dapat menikmati peningkatan bagi hasil, pada saat keuntungan usaha anggota meningkat.
Syirkah ini juga memiliki manfaat kegunaannya baik didunia dan akhirat. Seperti cara tukar menukar benda yang bersumber dari panca indra manusia, yang unsur adalah hak-hak dan kewajiban, misalnya jujur,hasad,dengki,dan dendam oleh karena itu jual beli benda maupaun bagaimana bekerja sama bagi muslim bukan hanya sekedar memperoleh keuntungan yang sebesar besarnya,tetapi secara vertikal bertujuan untuk memperoleh ridha Allah dan secara bertujuan untuk mencari keutungan. Sehingga benda benda yang perjual belikan maupun yang dikerjasamakan akan senantiasa dirujukan kepada aturan-aturan Allah dan juga keridhaan kedua belah pihak yang melakukan kerja sama, ijab qabul dan lain-lain wajib diikuti dan dilaksanakan oleh keduanya.

D.  KESIMPULAN
1.    Syirkah adalah kerja sama antara dua orang atau lebih dalam berusaha, yang keuntungan dan kerugikannya ditanggung bersama.
2.    Rukun syirkah yaitu harta, akad, dan dua orang yang berserikat. Syarat-syarat yang pertalian dengan orang yang melakukan akad ialah merdeka, baligh, dan pintar (rusyd).
3.    Macam-macam syirkah yaitu syirkah milk dan syirkah uqud (syirkah ‘inan, syirkah wujuh, syirkah mufawadlah, syirkah abdan).
4.    Perbandingan pendapat mazhab imam Hanafi memperbolehkan keempat bentuk syirkah uqud, imam Syafi’i hanya memperbolehkan syirkah ‘inan, imam Maliki melarang syirkah wujuh, dan imam Hambali melarang syirkah mufawadlah.
5.    Salah satu pihak membatalkannya, kehilangan kecakapan untuk bertasharruf, meninggal dunia, ditaruh dibawah pengampuan, jatuh bangkrut, modal para anggota syirkah lenyap sebelum dibelanjakan atas nama syirkah.
6.    Syirkah ini memiliki manfaat kegunaannya dan keuntungan baik didunia dan akhirat.

E.  PENUTUP
Demikian makalah yang dapat kami sajikan, mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi pembaca. Pemakalah juga mengharapkan kritik dan saran serta masukan yang membangun dari dosen pengampu dan seluruh audiens yang turut bersama pemakalah dalam acara presentase  mempertanggung jawabkan isi makalah ini. Jika ada kesalahan atau kekurangan dalam penyusunan makalah ini, kami mohon maaf sebesar-besarnya.


DAFTAR PUSTAKA
Abdullah a-Mushlih, Fikih Ekonomi Keuangan Islam, Darul Haq, Jakarta, 2004
Abdurrahman al-Jaziri, al-Fiqh ‘Ala Madzahib al-Arba’ah, Dar al-Qalam, Beirut, t.t
Abdurrahman I. Doi, Shari’ah : The Islamic Law, A. S. Noor Deen, Kuala Lumpur, 1990
Hasbi Ash-Shiddieqy, Pengantar Fiqh Muamalah, Bulan Bintang, Jakarta, 1984
Idris Ahmad, Fiqh al-Syafi’iyah, Karya Indah, Jakarta, 1986
Muhammad Syarbini Al-Katib, al-Iqna’ fi Hall al-Alfadz Abi Syuja’, Dar al-Ihya’ al-Kutub al-Arabiyah, Indonesia, t.t
Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Dar al-Fikr, Beirut, 1977
Sritua Arief, Pembangunan dan Ekonomi Indonesia; Pemberdayaan Rakyat dalam Arus Globalisasi, Wacana Mulia, Bandung, 1998
















v   Sa’adatun Nuraini
·         Pada hal 6, syarat-syarat yang bertalian dengan syirkah inan sama dengan syirkah mufawadhah, maksudnya bagaimana ?
Jawab:
Maksudnya sudah cukup jelas bahwa syarat-syarat yang ada pada syirkah inan sama dengan syarat-syarat yang ada pada syirkah mufawadhah.

·         Pada hal 7, point b tolong dijelaskan !
b. memiliki kekuasaan absolut terhadap serikat tersebut.

Jawab:
b. memiliki kekuasaan absolut terhadap serikat tersebut.
Nah, ini maksudnya adalah didalam syirkah mufawadhah masing-masing orang yang melakukan syirkah memiliki kekuasaan yang absolut(mutlak) yang berkuasa penuh atas modal dan usaha dalam melakukan kerjasama tersebut. 

·         Pada hal 8, Sejarah pembentukan hukum seperti apa ?
Jawab:
Dalam makalah kami disebutkan bahwa ditinjau dari sejarah pembentukan hukum tersebut tidak terlepas dari faktor perekonomian dan budaya syirkah di daerah masing-masing.
Nah, menurut kami, pernyataan tersebut sudah cukup jelas bahwa perekonomian, konsumsi masyarakat serta budaya syirkah hasil dari kebudayaan dan kebiasaan masyarakat dari masing-masing tempat juga menjadi penentu bentuk syikah yang ada di daerah tersebut.   

·         Pada hal 9 dari ke-6 point yang dapat mengakhiri syirkah itu untuk gugurnya syirkah apakah ke-6nya harus terpenuhi semua ataukah salah satu point itu sudah dapat mengakhiri syirkah ?
Jawab:
Menurut kami, berdasarkan point-point yang ada tersebut, kami menyimpulkan bahwa syirkah itu dapat berakhir jika salah satunya sudah ada. Jadi, jika satu sebab alasan tadi ada, berarti syirkah tersebut dinyatakan berakhir dan tidak perlu menunggu sampai ke-6 point tersebut ada.

v  Saekhuddin Nurseha
·         Bagaimana hukumnya syirkah/kerjasama dengan orang non muslim ?
Jawab:
Menurut kami, hukum dari kerjasama tersebut boleh. Karena kita tidak bisa lepas dari campur tangan orang-orang non muslim. Seperti bisnis-bisnis yang ada disekitar orang muslim itu pasti ada keikutsertaan orang non muslim di dalamnya, contoh kecil saja barang-barang elektronik yang kita gunakan itu juga hasil kerjasama dengan orang non muslim.


[1] Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Dar al-Fikr, Beirut, 1977, hlm. 294
[2] Muhammad Syarbini Al-Katib, al-Iqna’ fi Hall al-Alfadz Abi Syuja’, Dar al-Ihya’ al-Kutub al-Arabiyah, Indonesia, t.t, hlm.41
[3] Abdurrahman I. Doi, Shari’ah : The Islamic Law, A. S. Noor Deen, Kuala Lumpur, 1990, hlm. 365.
[4] Hasbi Ash-Shiddieqy, Pengantar Fiqh Muamalah, Bulan Bintang, Jakarta, 1984, hlm.89
[5] Idris Ahmad, Fiqh al-Syafi’iyah, Karya Indah, Jakarta, 1986, hlm.106
[6] Abdurrahman al-Jaziri, al-Fiqh ‘Ala Madzahib al-Arba’ah, Dar al-Qalam, Beirut, t.t, hlm. 76
[7] Ibid, hlm. 78-80
[8] Abdullah a-Mushlih, Fikih Ekonomi Keuangan Islam, Darul Haq, Jakarta, 2004, hlm.148
[9] Ibid, hlm. 83
[10] Sritua Arief, Pembangunan dan Ekonomi Indonesia; Pemberdayaan Rakyat dalam Arus Globalisasi, Wacana Mulia, Bandung, 1998, hlm. 35.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar