BENTUK
KERJASAMA DALAM BERBAGAI USAHA
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi
Tugas
Mata Kuliah : Fiqh 2 (Fiqh Muamalah)
Dosen Pengampu
: M Agus Yusrun Nafi’, S.Ag, M.S.I
Disusun oleh :
1. Nazif Fahmi : 110363
2. Sugiarti :
110364
3. Nanik Fauziyah : 110365
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN TARBIYAH / PAI
2012
BENTUK
KERJASAMA DALAM BERBAGAI USAHA
A. PENDAHULUAN
Muamalah dalam arti luas adalah aturan hukum Allah
untuk mengatur manusia dalam kaitanya dengan urusan duniawi dalam pergaulan
sosial,sedang muamalah dalam pengertian sempit menurut rasyid ridha, muamalah
adalah tukar menukar barang atau sesuatu yang bermanfaat dari cara-cara yang
telah di tentukan persamaan muamalah dalam arti sempit dan dalam arti luas
adalah sama sama mengatur hubungan manusia dengam manusaia yang lain dalam
kaitan dengan pemutaran harta.
Dalam
muamalah ada beberapa metode kerjasama yang sering digunakan. Antara lain
metode syirkah, mudharabah, muzaraah dan musyaqqah. Diantara yang empat
merode ini ada beberapa metode yang
sering digunakan bahkan lazim digunakan, yaitu : syirkah dan mudharabah.
Karena kedua metode ini beroprasi dibidang usaha, baik usaha kecil ( mikro )
sampai dengan usaha besar ( makro ). Sedangkan muzaraah dan musyaqqah digunakan
dalam bidang pertanian.
Karena
metode yang sering digunakan dalam muamalah adalah syirkah dan mudharabah,
sesuai juga dengan silabus yang dipercayakan kepada pemakalah oleh dosen
pengampu mata kuliah fiqh muamalah maka pemakalah mencoba menyajikan pembahasan
tentang syirkah. Dalam makalah ini pemakalah membahas mulai dari pengertian
macam-macam bentuknya, rukun syarat, hukum serta beberapa permasalahan yang
sering terjadi dalam masalah syirkah tersebut.
B. PERMASALAHAN
1. Apakah kerjasama itu ?
2. Bagaimana rukun dan syarat kerjasama (syirkah)
itu ?
3. Apa saja macam-macam kerjasama (syirkah)
itu ?
4. Bagaimana perbandingan
bentuk-bentuk kerjasama (syirkah) menurut Imam Mazhab dari perspektif hukum ?
5. Bagaimana cara mengakhiri kerjasama (syirkah)
?
6. Apa keuntungan-keuntungan penerapan konsep kerjasama (syirkah)
?
C. PEMBAHASAN
1. Pengertian Syirkah (Kerja Sama).
Syirkah
secara bahasa adalah masdar dari شاركyaituشارك –
شـــارك – شركا - شركة yang berarti penyatuan dua dimensi atau lebih menjadi satu
kesatuan. Kata ini juga berarti bagian yang bersyarikat. Syirkah menurut bahasa
berarti Al-Ikhtilath atau khalatha ahada minal malaini yang
artinya adalah campur atau percampuran dua harta menjadi satu. Demikian
dinyatakan oleh Taqiyudin, yang dimaksud dengan percampuran di sini adalah
seseorang mencampurkan hartanya dengan harta orang lain sehingga tidak mungkin
untuk dibedakan.
Menurut
istilah, yang dimaksud dengan syirkah, para fuqaha berpendapat, antara lain:
Menurut
Sayyid Sabiq, yang dimaksud dengan syirkah ialah:
عُقْدٌ
بَيْنَ الْمُتشار كَيْنِ فِى رَأْسِ الْمَالِ والْرَّبْحِ
“Akad antara
dua orang berserikat pada pokok harta (modal) dan keuntungan”.[1]
Menurut Muhammad Al-Syarbini Al-Khatib, yang dimaksud dengan syirkah ialah:
“Ketetapan
hak pada sesuatu untuk dua orang atau lebih dengan cara yang masyhur
(diketahui)”.[2]
Sedangkan
Abdurrahman I. Doi, seorang ulama kontemporer menjelaskan bahwa syirkah (partnership)
adalah hubungan kerja sama antara dua orang atau lebih dalam bentuk bisnis
(perniagaan) dan masing-masing pihak akan memperoleh pembagian keuntungan
berdasarkan penanaman modal dan kerja masing-masing peserta.[3]
Menurut Hasbi Ash-Shiddieqie, bahwa yang dimaksud dengan
syirkah ialah:
عُقْدٌ
بَيْنَ شَخْصَيْنِ فَأَكْثَرَ عَلَى الْتعَاوْنِ فِى عَمَلٍ اِكْتِسَابِىٍّ
وَاقْتِسَامِ اَرْبَاحِهِ
“Akad yang berlaku antara dua
orang atau lebih untuk ta’awun dalam bekerja pada suatu usaha dan membagi
keuntungannya”.[4]
Menurut Idris
Ahmad menyebutkan syirkah sama dengan syarikat dagang, yakni dua orang
atau lebih sama-sama berjanji akan bekerja sama dalam dagang, dengan
menyerahkan modal masing-masing, dimana keuntungan dan kerugiannya
diperhitungkan menurut besar kecilnya modal masing-masing.[5]
Sehingga dapat di pahami bahwa yang di maksud syirkah adalah kerja sama antara
dua orang atau lebih dalam berusaha, yang keuntungan dan kerugikannya
ditanggung bersama. Yang paling ditekankan dalam syirkah yaitu asas kejujuran
karena bertapapun, halini berhubungan dengan bisnis suatu kerjasama dalam usaha
tertentu, hal ini juga telah dicontohkan oleh nabi dengan hadistnya :
حَدَّ ثَنَ مُحَمَّدُ بن
سُلُيمان المَصِيْصِي عن مُحَمَّدالزَبْرِقانَ عن ا بي حَيَّانَ التيْمِي , عن
ابيْهِ , عن ابي هُرَيْرَة َرَفَعَهُ قال : انَا ثَلاِث ُالشَريْكيْنِ مَا لمْ
يَخُنْ اَحَدُهُمَا صَاحِبَهُ, فَإذ خَانَهُ خَرَجْتُ مِنْ بَيْنِهِمَا
"Telah bercerita kepada kami Muhammad bin Sulaiman Al-
Mashishi dari Muhammad Al-Zabriqan dari Abi Hayyana Al-Taimi dari ayahnya dari
Abi Hurairah telah berkata Rasulullah : Aku adalah yang ke tiga dari dua
orang yang bersekutu selama salah ssatu diantara keduanya tidak berkhianat
terhadap lainnya dan apabila mereka berkhianat aku keluar dari mereka" (HR : Abi
Daud)
Hadist ini
di sebutkan di dalam kitab hadist sebanyak empat kali yaitu di dalam kitab
sunnah Abi Daud (3383), Al-Hakim (52) jus 2, Ad-Daruqutni (303), dan Al-Baihaqi
(78) jus 6, tetapi kami hanya mengambil di dalam kitab sunnah Abi
Daud.
Dari hadist
diatas menjelaskan bahwa serikat itu adalah kerja sama atau perseroan dalam hal
bisnis baik antara dua belah pihak maupun lebih dari dua orang انَا ثَلاِث
ُالشَريْكين,gambaran yang
diberikan oleh hadist diatas adalah implikasi yang harus diutamakan dalam
syirkah adalah kejujuran, maka tidak boleh ada perkhianayan antara kedua belah
pihak.
Perkhianatan
yang dilakukan dapat merugikan pihak-pihak yang terkait, jika ada indikasi-indikasi atau telah terjadinya
pengkhianatan maka pihak yang berserikat dapat keluar dari perserikatas
tersebut.
Penjelasan
yang gamblang dari hadist tersebut mengisyaratkan kita untuk tidak melakukan
perkhianatan baik dalam hal modal maupun keuntungan, didalam Islam ini disebut
tindakan kezhaliman, sebagaimana firman allah:
"dan Sesungguhnya kebanyakan
dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada
sebahagian yang lain. (QS. Shaad : 24)
Pada
dasarnya prinsip yang dikembangkan dalam syirkah adalah prinsip keadilan dalam
kemitraan antara pihak yang terkait untuk meraih keuntungan prinsip ini dapat
di temukan dalam prinsip Islam ta’awun dan ukhuwah dalam sektor
bisnis, dalam hal ini syirkah merupakan bentuk kerjasama antara pemilik modal
untuk mendirikan suatu usaha bersama yang lebih besar, atau kerja sama antara
pemilik modal yang tidak memiliki keahlian dalam menjalankan usaha yang tidak
memilki modal atau yang memerlukan modal tambahan, bentuk kerja sama antara
pemilik modal dan pengusaha merupakan suatu pilihan yang lebih efektif untuk
meningkatkan etos kerja.
2. Rukun dan Syarat Syirkah
Rukun
syirkah diperselisihkan oleh para ulama, menurut ulama’ Hanafiyah bahwa rukun
syirkah ada dua macam, yaitu ijab dan kabul, sebab ijab Kabul (akad) yang
menentukan adanya syirkah.[6]
Di dalam
kitab bidayatul mujtahid dijelaskan bahwa rukun syirkah ialah:
a.
Segala
sesuatu yang berhubungan dengan harta.
b.
Mengetahui
kadar harta yang akan di serikatkan.
c.
Mengetahui kadar harta dari dua
orang yang berserikat.
Syarat-syarat yang
berhubungan dengan syirkah. Secara garis besar syarat dari syirkah ialah harta dan aqad.
Sedangkan menurut Hanafiyah dibagi kepada empat bagian, yaitu:
1.
Sesuatu yang bertalian dengan semua bentuk syirkah baik dengan harta maupun
dengan yang lainnya, dalam hal ini ada dua syarat, yaitu; a) yang berkenaan
dengan benda yang diakadkan adalah harus dapat diterima sebagai perwakilan, b)
yang berkenaan dengan keuntungan harus jelas dan dapat diketahui dua pihak,
misalnya setengah, sepertiga dan yang lainnya.
2.
Sesuatu yang bertalian dengan syirkah mal (harta), dalam hal ini terdapat
dua perkara yang harus dipenuhi yaitu; a) bahwa modal yang dijadikan objek
syirkah adalah dari alat pembayaran (nuqud), seperti junaih, riyal dan rupiah,
b) yang dijadikan modal (harta pokok)ada ketika akad syirkah dilakukan, baik
jumlahnya sama maupun berbeda.
3.
Sesuatu yang bertalian dengan syarikat mufawadhah, bahwa dalam mufawadhah
disyaratkan a) modal (pokok harta) dalam syirkah mufawadhah harus
sama, b) bagi yang bersyirkah ahli untuk kafalah, c) bagi yang dijadikan objek
akad disyaratkan syirkah umum, yakni pada semua macam jual beli atau
perdagangan.[7]
4.
Adapun syarat-syarat yang bertalian dengan syirkah
inan sama dengan syirkah mufawadhah.
Menurut Malikiyah syarat-syarat yang pertalian dengan orang
yang melakukan akad ialah merdeka, baligh, dan pintar (rusyd).
3. Macam-macam Syirkah
Ranah-ranah
kajian syirkah sangatlah luas, apa lagi pada zaman sekarang ini banyak para
pemilik modal untuk melakukan syirkah dalam istilah modernnya relation bisine atau
lainnya, tetapi kalau kita kaji secara fiqh secara garis besar syirkah itu
dibagi menjadi dua macam :
- Syirkah milk (Hak Milik)
Yang dimaksud dengan syirkah milk
adalah “ibarat dua orang atau lebih memilikkan suatu benda kepada yang lain tanpa ada akad syirkah”.
Syirkah ini dibagi menjadi dua
macam yaitu :
1)
syirkah milk jabar (berkumpulnya dua orang atau lebih dalam pemilikan suatu
benda secara paksa) dan
2)
syirkah milk ikhtiyar (berkumpul dua orang atau lebih dalam pemilikan benda
dengan ikhtiyar keduanya).
- Syirkah Uqud (Transaksional)
Syirkah transaksional (syirkatul uqud) adalah kerjasama antara dua orang yangbersekutu atau lebih dalam modal dan keuntungan.[8]
Mayoritas ulama’ membagi syirkah uqud menjadi empat
bagian yaitu:
1.
Syirkah ‘Inan
Yang dimaksud dengan syirkah ‘inan ialah mengeluarkan
semua harta untuk digabung menjadi satu, kemudian dikelola secara bersama-sama
dan hasilnya dibagi dua sebagaimana kadar harta yang dikeluarkan. Menurut para
ulama’ ini adalah model syirkah yang diperbolehkan.
2.
Syirkah
wujuh
Yang dimaksud dengan syirkah wujuh ialah kerjasama
antar tiga pihak yang mana pihak kedua dan ketiga tidak mengeluarkan modal, dan
hasilnya dibagi bersama. Disini asas yang ditekankan adalah al-Siddiq wa
Al-Amanah.
Saya contohkan misalnya, pihak A dan B dan C bekerja
sama, modal yang digunakan yaitu modal si A, sedangkan si B dan C ikut
mengelola usaha tersebut tanpa mengeluarkan modal.
3.
Syirkah
Mufawadhah
Yaitu kerjasama dua orang atau lebih untuk melakukan
usaha dengan persyaratan sebagai berikut.
a) Modal harus sama banyak, bila ada
salah satu diantara mereka lebih banyak modalnya maka syirkah tersebut tidak sah.
b) Memiliki kekuasaan absolut terhadap serikat
tersebut.
c) Satu agama, atau sesama muslim.
d) Memiliki hak untuk mengelola dan
menentukan keuntungan.
4.
Syirkah Abdan
Kerjasama dua orang atau lebih untuk melakukan usaha
atau pekerjaan atau lebih mudahnya persekutuan dua orang atau lebih untuk
menerima kerja yang akan dikerjakan secara bersama-sama dan hasilnya dibagi
bersama, seperti pemborong bangunan. Instalasi listrik, atau pekerjaan diantara
dua penjahit.
4. Perbandingan
Bentuk-bentuk Syirkah Menurut Imam Mazhab Dari perspektif Hukum
Seperti yang telah diketahui bahwa dalam mengkaji fiqh
muamalah kita tidak boleh terpaku kepada salah satu imam saja, dikarenakan
dalam perkembangannya fiqh bisa saja berubah dengan pemahaman ulama’-ulama’
salaf, banyaknya pendapat yang di utarakan oleh para imam mazhab kita.
Kalau kita perhatikan, dari segi pembagian
bentuk-bentuk syirkah diatas, banyaknya macam-macam syirkah, yang menjadi
pertanyaan apakah hukum-hukum yang telah diutarakan oleh para imam tersebut
bisa di implementasikan dalam kehidupan modern sekarang ini, berikut
pendapat-pendapat para ulama’ mazhab terkait dengan hukum masing-masing syirkah
tersebut.
Dari kalangan hanafi menyetujui (membolehkan) keempat
macam syirkah uqud tersebut, sedangkan ulama’ syafi’iyah atau imam Syafi’i melarang
syirkah abdan, mufawadah, dan wujuh. Syafi’iyah berpendapat bahwa syirkah yang sah hukumnya hanyalah
syirkah inan, sedangkan syirkah yang lainnya batal.[9]
Maliki menyepakati
syirkah abdan, ‘inan, mufawadah dan melarang syirkah wujuh. Hanbaliyah syirkah
‘inan, wujuh dan abdan dan melarang syirkah mufawadah.
Setelah telusuri faktor-faktor yang menyebabkan para
imam tersebut melarang masing-masing syirkah tersebut, maka sulit bagi penulis
untuk melacaknya, dikarenakan referensi yang terbatas, tetapi kalau ditinjau
dari sejarah pembentukan hukum tersebut tidak terlepas dari faktor perekonomian
dan budaya syirkah di daerah masing.
5. Mengakhiri Syirkah
Syirkah akan berakhir apabila:
a.
Salah satu
pihak membatalkannya, meskipun tanpa persetujuan pihak yang lainnya, sebab
syirkah adalah akad yang terjadi atas dasar rela sama rela dari kedua belah
pihak yang tidak ada kemestian untuk dilaksanakan apabila salah satu pihak
tidak menginginkannya lagi, hal ini menunjukan pencabutan kerelaan syirkah oleh
salah satu pihak.
b.
Salah satu
pihak kehilangan kecakapan untuk bertasharruf (keahlian mengelola harta), baik
karena gila maupun yang lainnya.
c.
Salah satu
pihak meninggal dunia, tetapi apabila anggota syirkah lebih dari dua orang,
yang batal hanyalah yang meninggal dunia saja.
d.
Salah satu
pihak ditaruh dibawah pengampuan, baik karena boros yang terjadi pada waktu
perjanjian syirkah tengah berjalan maupun sebab yang lainnya.
e.
Salah satu
pihak jatuh bangkrut yang berakibat tidak berkuasa atas harta yang menjadi
saham syirkah.
f.
Modal para
anggota syirkah lenyap sebelum dibelanjakan atas nama syirkah, bila modal
tersebut lenyap sebelum terjadi percampuran harta hingga tidak dapat
dipisah-pisahkan lagi, yang menanggung resiko adalah para pemiliknya sendiri,
apabila harta lenyap setelah terjadi percampuran yang tidak bisa dipisah-pisah
lagi, maka menjadi resiko bersama.
6. Keuntungan-keuntungan Penerapan Konsep Syirkah
Pemberdayaan ekonomi masyarakat merupakan upaya untuk
meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang
tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan
keterbelakangan. Dalam konsep pemberdayaan ekonomi manusia adalah subyek dari
diri sendiri. Proses pemberdayaan yang menekankan pada proses memberikan
kemampuan kepada masyarakat agar menjadi berdaya, mendorong atau memotivasi
individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan pilihan
hidupnya. Adapun pemberdayaan masyarakat senantiasa menyangkut dua kelompok
yang saling terkait, yaitu masyarakat sebagai pihak yang diberdayakan dan pihak
yang menaruh kepedulian sebagai pihak yang memberdayakan.[10]
Pemberdayaan yang dimaksudkan dalam hal ini adalah
pemberdayaan ekonomi terhadap anggota syirkah, sebagai bagian dari masyarakat
yang membutuhkan penanganan untuk mendorong peningkatan pendapatan atau profit
usaha. Sehingga mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat ke arah yang lebih
baik.
Adapun keuntungan-keuntungan dari penerapan konsep
syirkah terhadap pemberdayaan ekonomi adalah sebagai berikut:
a.
Perkongsian
modal yang mulanya milik masing-masing individu dalam jumlah kecil menjadi
bertambah besar jumlahnya karena prinsip bagi hasil.
b.
Adanya unit
simpan pinjam melalui pengelolaan syirkah, sehingga para anggota lebih mudah
dalam mengakses modal usaha
c.
Pada aqad
syirkah lebih adil kerena pembagian keuntungan berdasarkan kesepakatan,
sedangkan kerugian ditanggung berdasarkan jumlah modal masing-masing,
jadi tidak ada pihak yang dirugikan
d.
Dapat
menikmati peningkatan bagi hasil, pada saat keuntungan usaha anggota meningkat.
Syirkah ini juga memiliki
manfaat kegunaannya baik didunia dan akhirat. Seperti cara tukar
menukar benda yang bersumber dari panca indra manusia, yang unsur adalah
hak-hak dan kewajiban, misalnya jujur,hasad,dengki,dan dendam oleh karena itu
jual beli benda maupaun bagaimana bekerja sama bagi muslim bukan hanya sekedar
memperoleh keuntungan yang sebesar besarnya,tetapi secara vertikal bertujuan
untuk memperoleh ridha Allah dan secara bertujuan untuk mencari keutungan.
Sehingga benda benda yang perjual belikan maupun yang dikerjasamakan akan
senantiasa dirujukan kepada aturan-aturan Allah dan juga keridhaan kedua belah
pihak yang melakukan kerja sama, ijab qabul dan lain-lain wajib diikuti dan dilaksanakan
oleh keduanya.
D. KESIMPULAN
1. Syirkah adalah kerja sama antara dua orang atau lebih
dalam berusaha, yang keuntungan dan kerugikannya ditanggung bersama.
2. Rukun syirkah yaitu harta, akad, dan dua orang yang
berserikat. Syarat-syarat yang pertalian dengan orang yang melakukan akad ialah
merdeka, baligh, dan pintar (rusyd).
3. Macam-macam syirkah yaitu syirkah milk
dan syirkah uqud (syirkah ‘inan, syirkah wujuh, syirkah mufawadlah, syirkah
abdan).
4. Perbandingan pendapat mazhab imam Hanafi
memperbolehkan keempat bentuk syirkah uqud, imam Syafi’i hanya memperbolehkan
syirkah ‘inan, imam Maliki melarang syirkah wujuh, dan imam Hambali melarang
syirkah mufawadlah.
5. Salah satu pihak membatalkannya, kehilangan kecakapan
untuk bertasharruf, meninggal dunia, ditaruh dibawah pengampuan, jatuh
bangkrut, modal para anggota syirkah lenyap sebelum dibelanjakan atas nama
syirkah.
6. Syirkah ini memiliki manfaat
kegunaannya dan keuntungan baik didunia dan akhirat.
E. PENUTUP
Demikian
makalah yang dapat kami sajikan, mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi pembaca. Pemakalah
juga mengharapkan kritik dan saran serta masukan yang membangun dari dosen
pengampu dan seluruh audiens yang turut bersama pemakalah dalam acara
presentase mempertanggung jawabkan isi
makalah ini. Jika ada kesalahan atau kekurangan dalam
penyusunan makalah ini, kami mohon maaf
sebesar-besarnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdullah a-Mushlih, Fikih
Ekonomi Keuangan Islam, Darul Haq, Jakarta, 2004
Abdurrahman al-Jaziri, al-Fiqh
‘Ala Madzahib al-Arba’ah, Dar al-Qalam, Beirut, t.t
Abdurrahman I. Doi, Shari’ah : The Islamic Law,
A. S. Noor Deen, Kuala Lumpur, 1990
Hasbi Ash-Shiddieqy, Pengantar
Fiqh Muamalah, Bulan Bintang, Jakarta, 1984
Idris Ahmad, Fiqh
al-Syafi’iyah, Karya Indah, Jakarta, 1986
Muhammad Syarbini
Al-Katib, al-Iqna’ fi Hall al-Alfadz Abi Syuja’, Dar al-Ihya’ al-Kutub
al-Arabiyah, Indonesia, t.t
Sayyid Sabiq, Fiqh
al-Sunnah, Dar al-Fikr, Beirut, 1977
Sritua Arief, Pembangunan dan
Ekonomi Indonesia; Pemberdayaan Rakyat dalam Arus Globalisasi, Wacana
Mulia, Bandung, 1998
v Sa’adatun
Nuraini
·
Pada
hal 6, syarat-syarat yang bertalian dengan syirkah inan sama dengan syirkah
mufawadhah, maksudnya bagaimana ?
Jawab:
Maksudnya sudah cukup jelas bahwa
syarat-syarat yang ada pada syirkah inan sama dengan syarat-syarat yang ada
pada syirkah mufawadhah.
·
Pada
hal 7, point b tolong dijelaskan !
b. memiliki kekuasaan absolut terhadap
serikat tersebut.
Jawab:
b. memiliki kekuasaan absolut terhadap
serikat tersebut.
Nah, ini maksudnya adalah didalam
syirkah mufawadhah masing-masing orang yang melakukan syirkah memiliki
kekuasaan yang absolut(mutlak) yang berkuasa penuh atas modal dan usaha dalam
melakukan kerjasama tersebut.
·
Pada
hal 8, Sejarah pembentukan hukum seperti apa ?
Jawab:
Dalam makalah kami disebutkan bahwa
ditinjau dari sejarah pembentukan hukum tersebut tidak terlepas dari faktor
perekonomian dan budaya syirkah di daerah masing-masing.
Nah, menurut kami, pernyataan tersebut
sudah cukup jelas bahwa perekonomian, konsumsi masyarakat serta budaya syirkah
hasil dari kebudayaan dan kebiasaan masyarakat dari masing-masing tempat juga
menjadi penentu bentuk syikah yang ada di daerah tersebut.
·
Pada
hal 9 dari ke-6 point yang dapat mengakhiri syirkah itu untuk gugurnya syirkah
apakah ke-6nya harus terpenuhi semua ataukah salah satu point itu sudah dapat
mengakhiri syirkah ?
Jawab:
Menurut kami, berdasarkan point-point
yang ada tersebut, kami menyimpulkan bahwa syirkah itu dapat berakhir jika
salah satunya sudah ada. Jadi, jika satu sebab alasan tadi ada, berarti syirkah
tersebut dinyatakan berakhir dan tidak perlu menunggu sampai ke-6 point
tersebut ada.
v Saekhuddin Nurseha
·
Bagaimana
hukumnya syirkah/kerjasama dengan orang non muslim ?
Jawab:
Menurut kami, hukum dari kerjasama
tersebut boleh. Karena kita tidak bisa lepas dari campur tangan orang-orang non
muslim. Seperti bisnis-bisnis yang ada disekitar orang muslim itu pasti ada
keikutsertaan orang non muslim di dalamnya, contoh kecil saja barang-barang
elektronik yang kita gunakan itu juga hasil kerjasama dengan orang non muslim.
[1] Sayyid Sabiq, Fiqh
al-Sunnah, Dar al-Fikr, Beirut, 1977, hlm. 294
[2] Muhammad Syarbini
Al-Katib, al-Iqna’ fi Hall al-Alfadz Abi Syuja’, Dar al-Ihya’ al-Kutub
al-Arabiyah, Indonesia, t.t, hlm.41
[4] Hasbi Ash-Shiddieqy, Pengantar
Fiqh Muamalah, Bulan Bintang, Jakarta, 1984, hlm.89
[5] Idris Ahmad, Fiqh
al-Syafi’iyah, Karya Indah, Jakarta, 1986, hlm.106
[6] Abdurrahman al-Jaziri, al-Fiqh
‘Ala Madzahib al-Arba’ah, Dar al-Qalam, Beirut, t.t, hlm. 76
[7] Ibid, hlm. 78-80
[8] Abdullah a-Mushlih, Fikih
Ekonomi Keuangan Islam, Darul Haq, Jakarta, 2004, hlm.148
[9] Ibid, hlm. 83
[10]
Sritua
Arief, Pembangunan dan Ekonomi Indonesia; Pemberdayaan Rakyat dalam Arus
Globalisasi, Wacana Mulia, Bandung, 1998, hlm. 35.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar